
Pertama dakwah Nabi adalah Tauhid.
Menyeru manusia agar menyembah Allah. Membuat manusia bersaksi: “Tidak
ada Tuhan selain Allah”.
Nabi Muhammad pertama-tama mendakwahi
keluarga terdekatnya. Ini pun secara sembunyi-sembunyi, agar tidak
terjadi benturan dengan orang-orang yang masih kafir.
Pada awal
periode Mekkah Rasulullah berdakwah secara sembunyi-sembunyi, mendatangi
orang-orang dekat Beliau antara lain istri Beliau Khadijah,
keponakannya Ali, budak Beliau Zaid, untuk diajak masuk Islam. Ketika
turun surat al Muddatstsir : 1-2, Rasululah mulai melakukan dakwah di
tengah masyarakat, setiap bertemu orang Beliau selalu mengajaknya untuk
mengenal dan masuk Islam (masih dalam keadaan sembunyi-sembunyi). Ketika
Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang
yang dia percayai, maka muncullah nama-nama seperti Utsman bin Affan,
Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah
bin Ubaidillah yang juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang
lain seperti Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll.
Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran
dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya
disebut sekretariat. Di tempat ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum
Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan aktivitas
berpikir para sahabatnya tersebut. Beliau menjalankan aktivitas ini
lebih kurang selama 3 tahun dan menghasilkan 40 orang lebih yang masuk
Islam.
Setelah 3 tahun, turun surat al Hijr :
94, yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan
dan terbuka. Di tahap ini kaum kafir mulai memerangi dan menganiayah
Rasulullah dan para sahabatnya. Ini adalah periode yang paling berat dan
menakutkan di antara seluruh tahapan dakwah. Bahkan sebagian sahabat
yang dipimpin oleh Ja’far bi Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk
melakukan hijrah ke Habsyi. Sementara Rasulullah dan sahabat yang lain
terus melakukan dakwah dan mendatangi para ketua kabilah atau ketua suku
baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada di luar Mekkah.
Terutama ketika musim haji, dimana banyak suku dan ketua sukunya datang
ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi dan
mengajak mereka masuk Islam atau minimal memberikan dukungan terhadap
perjuangan Nabi.
Saat kondisi amat membahayakan, para
sahabat dan Nabi pun hijrah ke Madinah. Ini agar tidak terjadi
pertumpahan darah yang tidak perlu. Bisa saja Nabi melawan/berontak
karena beberapa sahabat seperti Abu Bakar, Abdurrahman bin ‘Auf, Umar,
dsb adalah bangsawan yang terpandang dan juga cukup disegani. Tapi itu
akan menimbulkan korban jiwa baik di kalangan Islam mau pun orang-orang
kafir yang jadi target dakwah Nabi. Pada akhirnya, orang-orang kafir ini
akan masuk Islam dengan cara yang damai lewat Futuh Mekkah. Jadi Islam
amat menghargai nyawa manusia.
Saat orang2 kafir Musyrik di Thaif
menolak dakwah Nabi bahkan menimpuki Nabi, Malaikat menawarkan Nabi
untuk melaknat dan membunuh mereka dengan menjatuhkan gunung ke kaum
tsb, Nabi menolaknya. Siapa tahu keturunan mereka akan jadi Muslim yang
baik.
Nabi melakukan dakwah dengan cara yang baik dan bijak.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa : 107)
Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya
teladan bagi umat manusia. Dalam berdakwah, Rasul SAW senantiasa
mengajak umatnya dengan cara yang lembut, sopan, bijaksana, kasih
sayang, dan penuh keteladan.
Sebab, sejatinya dakwah adalah menyeru
dan mengajak umat manusia untuk menjadi lebih baik. Bukan menakut-nakuti
mereka dengan berbagai ancaman. Dalam Alquran, Allah SWT memberikan
tuntunan berdakwah dengan tiga cara, yakni bil hikmah, mau’izhotil
hasanah wa jaadilhum billati hiya ahsan.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik…” (QS An-Nahl: 125).
Bahkan terhadap Fir’aun yang super Kafir
karena mengaku Tuhan dan paling zalim sekalipun Allah memerintahkan
Nabi Musa untuk berdakwah kepada Fir’aun dengan baik. Padahal Fir’aun
ini zalimnya luar biasa karena sudah membunuh banyak bayi lelaki dan
ingin membunuh Nabi Musa dan pengikutnya. Allah tidak memerintahkan Nabi
Musa membunuh Fir’aun atau pun Bughot karena kekafiran dan kezaliman
Fir’aun. Jadi aneh jika zaman sekarang ada yang membantai puluhan ribu
manusia dengan alasan si Fulan yang sebenarnya masih sholat sebagai
Kafir dan Zalim. Itu bertentangan dengan AL Qur’an:
Apa firman Allah kepada Musa?
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah
melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan
kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
[Thaahaa 43-44]
Lihat cara Nabi berdakwah di bawah. Jika
kita ditanya, mungkin kita jawab singkat: “Tidak boleh. Zina itu
haram!” Tapi bisa jadi kurang efektif dan tidak membekas.
Seorang pemuda pernah bertemu dan
bertanya pada Rasul SAW. ”Ya Rasulullah, izinkan saya berzina.” Rasul
memandangi pemuda tersebut dengan penuh kasih sayang dan mengajaknya
berdialog. ”Sukakah kamu bila itu terjadi pada ibumu?” tanya Rasul.
”Tidak, demi Allah,” jawab anak muda itu.
”Sukakah kamu bila itu terjadi pada
saudara perempuanmu?” tanya Rasul. ”Tidak, demi Allah.” ”Sukakah kamu
bila itu terjadi pada anak perempuanmu?.” ”Tidak, demi Allah.” Sukakah
kamu bila itu terjadi pada istrimu?” Anak muda itu menjawab, ”Tidak,
Demi Allah.”
Rasulullah lalu berkata, ”Demikianlah
halnya dengan semua perempuan, mereka itu berkedudukan sebagai ibu,
saudara perempuan, istri, atau anak perempuan.” Kemudian beliau
meletakkan telapak tangannya di dada pemuda itu, lalu mendoakannya.
Kalau ada kelompok Islam yang melakukan
buruk sangka/su’u zhon, melakukan ghibah dan fitnah, tidak
tabayyun/memeriksa berita dari orang fasik, melakukan adu domba/namimah,
maka itu bukanlah dakwah yang benar karena bertentangan dengan surat Al
Hujuraat dan hadits Nabi di bawah:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak dapat masuk surga seorang yang gemar mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaih)
Islam itu akan tergambar kepada kemuliaan akhlak:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” [Al Ahzab 21]
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali ‘Imran 159]
Saat para sahabat disiksa di Mekkah dan Nabi juga dihina seperti dilempari tahi unta bahkan hendak dibunuh, Nabi tidak meminta para sahabat memerangi mereka. Karena Nabi menghindari pertumpahan darah. Nabi memilih hijrah ke Madinah dan menghindari peperangan.
Saat diserang kaum kafir Quraisy di Madinah pun Nabi memilih bertahan membela diri pada perang Badar, perang Uhud, dan Perang Khandaq. Saat musuh kalah dan mundur, beliau tidak mengejar dan menghabisi mereka. Tapi membiarkan mereka lari menyelamatkan diri.
Setelah itu, baru Nabi menaklukkan kota Mekkah dengan Futuh Mekkah. Itu pun tidak dengan peperangan. Dan nyaris tidak ada korban jiwa. Ini karena Nabi bukanlah orang yang kejam dan haus darah.
Abu Sofyan dedengkot orang kafir yang jadi musuh bebuyutannya beliau hormati dan dijadikan sahabat. Hindun yang membunuh paman Nabi, Sayyidina Hamzah, dengan keji hingga tidak berbentuk lagi serta memakan jantungnya beliau maafkan. Padahal bisa saja beliau jadikan dia sebagai penjahat perang yang dihukum mati karena telah bertindak kejam melampaui batas. Nabi juga memaafkan Wahsyi yang membunuh paman beliau. Sehingga Wahsyi bisa jadi Muslim yang baik dan kelak tombaknya membunuh satu Musuh Islam yang mengaku sebagai Nabi, yaitu Musailamah Al Kazzab.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” [Fushshilat 34-35]
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” [Al Ahzab 21]
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali ‘Imran 159]
Saat para sahabat disiksa di Mekkah dan Nabi juga dihina seperti dilempari tahi unta bahkan hendak dibunuh, Nabi tidak meminta para sahabat memerangi mereka. Karena Nabi menghindari pertumpahan darah. Nabi memilih hijrah ke Madinah dan menghindari peperangan.
Saat diserang kaum kafir Quraisy di Madinah pun Nabi memilih bertahan membela diri pada perang Badar, perang Uhud, dan Perang Khandaq. Saat musuh kalah dan mundur, beliau tidak mengejar dan menghabisi mereka. Tapi membiarkan mereka lari menyelamatkan diri.
Setelah itu, baru Nabi menaklukkan kota Mekkah dengan Futuh Mekkah. Itu pun tidak dengan peperangan. Dan nyaris tidak ada korban jiwa. Ini karena Nabi bukanlah orang yang kejam dan haus darah.
Abu Sofyan dedengkot orang kafir yang jadi musuh bebuyutannya beliau hormati dan dijadikan sahabat. Hindun yang membunuh paman Nabi, Sayyidina Hamzah, dengan keji hingga tidak berbentuk lagi serta memakan jantungnya beliau maafkan. Padahal bisa saja beliau jadikan dia sebagai penjahat perang yang dihukum mati karena telah bertindak kejam melampaui batas. Nabi juga memaafkan Wahsyi yang membunuh paman beliau. Sehingga Wahsyi bisa jadi Muslim yang baik dan kelak tombaknya membunuh satu Musuh Islam yang mengaku sebagai Nabi, yaitu Musailamah Al Kazzab.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” [Fushshilat 34-35]
“Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang
yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat
demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi
kepadanya pahala yang besar.” [An Nisaa’ 114]
Dalam berdakwah, Nabi mengelola zakat
sehingga uang bisa beredar dari yang kaya ke orang-orang yang memerlukan
seperti fakir miskin dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
Nabi juga hati-hati dalam menerima
berita meski itu dari utusan kepercayaannya sebagaimana diceritakan
Allah dalam surat Al Hujuraat ayat 6. Saat ada berita bahwa satu kaum
tidak ingin membayar zakat, malah hendak membunuh utusannya, Nabi tidak
langsung percaya dan menyerang kaum tersebut. Tetapi mengirim utusan
yang lain untuk memeriksa kebenaran tersebut. Dan ternyata memang berita
itu bohong.
Nabi tidak suka berburuk sangka (su’u
zhon) dan juga tidak mudah mengkafirkan seorang Muslim. Nabi
meng-Islamkan orang kafir. Ini beda dengan sebagian “pendakwah” yang
justru menjauhkan orang dari Islam dengan mengkafirkan orang Islam
(Paham Takfiri).
“Barangsiapa yang berkata kepada
saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang
dari keduanya.” [HR Bukhari]
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw,
membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan
Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw.
bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
Nabi lemah-lembut dalam berdakwah:
Dari Aisyah ra, katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut
dan mencintai sikap yang lemah lembut dalam segala perkara.” (Muttafaq
‘alaih)
Saat seorang Arab kampung kencing di masjid, banyak sahabat yang ingin memukulnya karena “kurang ajar”:
Dari
Abu Hurairah r.a., katanya: “Ada seorang A’rab -orang Arab dari daerah
pedalaman- kencing dalam masjid, lalu berdirilah orang banyak padanya
dengan maksud hendak memberikan tindakan padanya. Kemudian Nabi s.a.w.
bersabda: “Biarkanlah orang itu dan di atas kencingnya itu siramkan saja
setimba penuh air atau segayung yang berisi air. Karena sesungguhnya
engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kemudahan dan bukannya
engkau semua itu dibangkitkan untuk memberikan kesukaran.” (Riwayat
Bukhari)
Namun Nabi melarang mereka dan
menyiramnya dengan air. Jika orang itu dipukul, niscaya dia akan benci
terhadap Islam dan mati sebagai orang kafir. Namun kelembutan Nabi
membuat orang itu tetap di dalam Islam.
Dari Jarir bin Abdullah r.a.,
katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang
tidak dikaruniai sifat lemah lembut, maka ia tidak dikaruniai segala
macam kebaikan.” (Riwayat Muslim)
Jika orang berdakwah dengan akhlaq yang kasar, selain tidak sesuai sunnah Nabi juga justru menjauhkan manusia dari Islam:
“Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali
‘Imran 159]
Read more http://media-islam.or.id/2012/09/23/akhlaq-nabi-muhammad-saw/
Meski demikian, terhadap orang-orang
kafir yang memerangi Islam Nabi amat tegas sehingga orang-orang kafir
yang merupakan Super Power dunia saat itu seperti Kerajaan Romawi dan
Persia gentar menghadapi Nabi. Saat Kerajaan Romawi memprovokasi ummat
Islam, Nabi segera berangkat ke Tabuk bersama 30 ribu pasukan Muslim.
Meski 1 bulan menunggu, tentara Romawi tidak berani menyerang sehingga
Nabi kembali ke Madinah.
“Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.Kamu
lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.” [Al Fath 29]
Nabi juga tidak mudah menuduh
bid’ah/sesat kepada ummatnya yang melakukan zikir/doa yang tidak pernah
beliau ajarkan selama tidak bertentangan dengan syar’ie:
Hadis pertama: Seseorang tiba di
mesjid kemudian ia masuk kedalam shaf shalat. Ia tergopoh-gopoh karena
mengejar shalat. Kemudian ia berkata:”Alhamdulillah hamdan kathiron
thayyiban mubaarokan fiihi.”Ketika sholat selesai Rasulullah
bertanya:”siapa yang mengucapkan kata-kata tadi?” Sahabat tidak ada yang
menjawab. Kemudian Rasulullah saw mengulangi pertanyaanya: ”Siapa yang
mengucapkan kata-kata tadi, Ia tidak mengucapkan sesuatu yang jelek. ”
Seseorang menjawab: ”Saya tiba di masjid dan khawatir tertinggal shalat,
maka saya mengucapkannya. ” Rasulullah berkata: ”Saya melihat dua belas
malaikat berlomba siapa di antara mereka yang mengangkatnya.” (HR
Muslim No. 600)
Hadis Kedua: Ibnu Umar berkata:
ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah saw tiba-tiba ada seseorang
yang mengucapkan: ” Allahu-akbar kabiroo, walhamdu-lillahi katsiroo, wa
subhanallahi bukrotaw-waashilaa.” Kemudian Rasulullah saw bertanya:
”kalimat zikir tadi, Siapa yang mengucapkannya ?” salah seorang
menjawab; “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: ”Aku
mengaguminya, dibukakan pintu langit bagi kalimat tersebut!”(HR Muslim
no.601)
Hadis Ketiga: Seseorang dari
kaum Anshar menjadi imam di masjid Quba. Ia selalu membaca surat al
Ikhlas sebelum membaca surat lain setelah al-Fatihah. Ia melakukannya
setiap rakaat. Jamaah masjid menegurnya: ”Kenapa anda selalu memulainya
denga al-Ikhlas, bukankah surat al-Ikhlas cukup dan tidak perlu membaca
surat lain, atau engkau memilih cukup membaca al-Ikhlas atau tidak perlu
membacanya dan cukup surat lain. Ia menjawab: Saya tidak akan
meninggalkan surat al-Ikhlas, kalau kalian setuju saya mengimami dengan
membaca al-Ikhlas maka saya akan mengimami kalian, tapi kalau kalian
tidak setuju maka saya tidak akan jadi imam. Mereka tahu bahwa orang ini
yang paling baik dan tidak ingin kalau yang lain mengimami shalat.
Ketika Rasulullah datang mengunjungi, mereka menyampaikan hal ini kepada
Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya pada orang tersebut; ”Apa yang
membuatmu menolak saran teman-temanmu? Dan Apa yang membuatmu selalu
membaca surat al-Ikhlas setiap rakaat?” Ia menjawab: ”Saya mencintainya
(al-Ikhlas). Rasulullah berkata: ”Kecintaanmu terhada surat al-ikhlas
memasukanmu kedalam syurga!” (HR Bukhori no.741)
Meski Nabi tidak pernah mengajarkan itu,
dan sahabat ada yang melakukannya, Nabi tidak memaki mereka sebagai
bid’ah sesat dan masuk neraka. Sebaliknya memujinya bahwa mereka dapat
pahala sehingga masuk surga.
Mungkin ada yang berdalih: “Itukan
sahabat yang sudah dapat persetujuan dari Nabi. Sedang kita tidak”.
Harusnya mereka paham bahwa saat Nabi mengatakan bahwa “Setiap yang
bid’ah itu sesat dan yang sesat itu masuk neraka”, Nabi mengatakan itu
kepada para SAHABAT. Bukan kita. Kalau bukan kepada sahabat kalimat itu
diucapkan, kepada siapa lagi? Bukankah Nabi diutus kepada kaumnya? Jadi
saat ada Sahabat yang melakukan bid’ah, ternyata tidak semua bid’ah itu
sesat. Ada juga yang memang jika baik, dibolehkan oleh Nabi.
Ada hal-hal yang memang bid’ah misalnya
sholat wajib 5 waktu itu sudah jelas. Jika ada yang menambah sholat
wajib ke 6 atau ada puasa wajib di bulan selain Ramadhan, maka itu
adalah bid’ah. Tapi jika bukan tentang hal yang qoth’i, kita tidak bisa
sembarang memvonis bid’ah dholalah. Harus ada fatwa dari Jumhur Ulama.
Bukan vonis segelintir ulama ekstrim yang picik dan dangkal ilmunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar